Contoh Skripsi Tentang Penelitian Pendidikan Siswa Lengkap
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR IPA
MELALUI
MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY
LEARNING DENGAN
MEDIA LINGKUNGAN PADA SISWA KELAS
VII F SMP
NEGERI 3 BATANG TAHUN 2013/ 2014
Oleh :
UMI HANIIN, S.Pd
NIP. 19860215 201001 2 022
MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN
(MGMP) IPA SMP
KABUPATEN BATANG PROVINSI JAWA
TENGAH
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Kualitas pendidikan meliputi berbagai sektor
dan jenjang pendidikan,
termasuk jenjang pendidikan
menengah pertama. Keberhasilan pendidikan banyak
dipengaruhi oleh berbagai faktor
termasuk guru. Guru yang profesional akan
selalu berupaya untuk
meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang
diajarkan. Hal ini sejalan dengan
tujuan pendidikan nasional. Dalam upaya
meningkatkan proses belajar, guru
harus berupaya menciptakan strategi yang
cocok, sebab dalam proses belajar
mengajar yang bermakna, keterlibatan siswa
sangatlah penting, hal ini sesuai
dengan pendapat Bruner yang menyatakan bahwa
anak harus berperan aktif dalam
belajar di kelas.
Mata pelajaran IPA merupakan hasil kegiatan
manusia berupa pengetahuan,
gagasan dan konsep yang
terorganisasi tentang alam sekitar. Hal ini diperoleh dari
pengalaman melalui serangkaian
proses ilmiah antara lain penyelidikan,
penyusunan dan pengujian
gagasan-gagasan.
Hasil tes pra penelitian untuk mengetahui
kemampuan dasar siswa dalam
pelajaran IPA yang dilaksanakan
pada seluruh kelas VII di SMP N 3 Batang
memperoleh hasil bahwa kelas yang
memiliki kemampuan terendah adalah kelas
VII F. Pada pelaksanaan tes pra
penelitian di kelas VII F, hasil yang diperoleh
adalah dari 34 siswa 20 anak
mendapat nilai kurang dari 78 dan hanya 14 siswa
yang mendapatkan nilai lebih dari
78. Dengan demikian, berdasarkan nilai yang
diperoleh siswa, pembelajaran IPA
dikatakan kurang berhasil karena hanya 41%
Berdasarkan observasi diketahui bahwa faktor
penyebab kurangnya
kompetensi siswa dalam
pembelajaran IPA adalah metode pembelajaran yang
dilaksanakan masih berpusat pada
guru, siswa tidak diarahkan untuk berfikir
kreatif dan menguasai konsep
berdasarkan penemuan-penemuan di lapangan.
Berdasarkan realita di atas, salah satu model
pembelajaran IPA yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
kompetensi siswa adalah model pembelajaran penemuan (Discovery Learning)
yang akan membuat pembelajaran lebih
bermakna karena akan mengubah
kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan
kreatif serta mengubah
pembelajaran yang semula teacher oriented ke student
Berdasarkan latar belakang
masalah, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: “Apakah
model pembelajaran Discovery Learning dapat
meningkatkan aktivitas siswa pada
pembelajaran IPA?”
Tujuan penelitian ini adalah
meningkatkan aktivitas siswa pada
pembelajaran IPA melalui model
pembelajaran Discovery Learning.
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
Untuk meningkatkan kompetensi
belajar siswa khususnya mata
Menambah pengetahuan kepada guru
agar dapat memilih model
yang tepat sesuai dengan
karakteristik materi pelajaran yang disampaikan.
Untuk meningkatkan kompetensi
belajar siswa dan memperbanyak
koleksi pustaka khususnya yang
berkaitan dengan variasi model
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
Pembelajaran adalah setiap
perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi
sebagai hasil dari pengalaman.
Definisi sebelumnya menyatakan bahwa seorang
manusia dapat melihat perubahan
terjadi tetapi tidak pembelajaran itu sendiri.
Konsep tersebut adalah teoretis,
dan dengan demikian tidak secara langsung dapat
Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar
dapat terjadi proses perolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran
dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik.
Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar
dapat belajar dengan baik.
Di sisi lain pembelajaran
mempunyai pengertian yang mirip dengan
pengajaran, tetapi sebenarnya
mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks
pendidikan, guru mengajar agar
peserta didik dapat belajar dan menguasai isi
pelajaran hingga mencapai sesuatu
objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga
dapat memengaruhi perubahan sikap
(aspek afektif), serta keterampilan (aspek
psikomotor) seorang peserta
didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan
hanya sebagai pekerjaan satu
pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan
pembelajaran menyiratkan adanya
interaksi antara pengajar dengan peserta didik.
Pembelajaran yang berkualitas
sangat tergantung dari motivasi pelajar dan
kreatifitas pengajar. Pembelajar
yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan
pengajar yang mampu memfasilitasi
motivasi tersebut akan membawa pada
keberhasilan pencapaian target
belajar. Target belajar dapat diukur melalui
perubahan sikap dan kemampuan
siswa melalui proses belajar. Desain
pembelajaran yang baik, ditunjang
fasilitas yang memandai, ditambah dengan
kreatifitas guru akan membuat
peserta didik lebih mudah mencapai target belajar.
4 .Metode Discovery Learning adalah
teori belajar yang didefinisikan sebagai
proses pembelajaran yang terjadi
bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran
dalam bentuk finalnya, tetapi
diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana
pendapat Bruner, bahwa:
“Discovery Learning can be defined as the learning that
takes place when the student is
not presented with subject matter in the final form,
but rather is required to
organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun,
1986:103). Dasar ide Bruner ialah
pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa
anak harus berperan aktif dalam
belajar di kelas.
Bruner memakai metode yang
disebutnya Discovery Learning, di mana murid
mengorganisasi bahan yang
dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono,
1996:41). Metode Discovery
Learning adalah memahami konsep, arti, dan
hubungan, melalui proses intuitif
untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan
(Budiningsih, 2005:43). Discovery
terjadi bila individu terlibat, terutama dalam
penggunaan proses mentalnya untuk
menemukan beberapa konsep dan prinsip.
Discovery dilakukan melalui
observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi,
penentuan dan inferi. Proses
tersebut disebut cognitive process sedangkan
discovery itu sendiri adalah the mental
process of assimilatig conceps and
principles in the mind (Robert B.
Sund dalam Malik, 2001:219).
Sebagai strategi belajar,
Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama
dengan inkuiri (inquiry) dan
Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil
pada ketiga istilah ini, pada
Discovery Learning lebih menekankan pada
ditemukannya konsep atau prinsip
yang sebelumnya tidak diketahui.
Perbedaannya dengan discovery ialah
bahwa pada discovery masalah yang
diperhadapkan kepada siswa
semacam masalah yang direkayasa oleh guru,
sedangkan pada inkuiri masalahnya
bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus
mengerahkan seluruh pikiran dan
keterampilannya untuk mendapatkan temuan-
temuan di dalam masalah itu
melalui proses penelitian.
Prinsip belajar yang nampak jelas
dalam Discovery Learning adalah materi
atau bahan pelajaran yang akan
disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk
final akan tetapi siswa sebagai
peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan
dengan mencari informasi sendiri kemudian
mengorgansasi atau membentuk
(konstruktif) apa yang mereka ketahui dan
mereka pahami dalam suatu bentuk
akhir.
Dengan mengaplikasikan metode
Discovery Learning secara berulang-ulang
dapat meningkatkan kemampuan
penemuan diri individu yang bersangkutan.
Penggunaan metode Discovery
Learning, ingin merubah kondisi belajar yang
pasif menjadi aktif dan kreatif.
Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke
student oriented. Mengubah modus
Ekspositori siswa hanya menerima informasi
secara keseluruhan dari guru ke
modus Discovery siswa menemukan informasi
Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya metode
Discovery Learning
merupakan pembentukan
kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat
memungkinkan terjadinya
generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang
kategorisasi yang nampak dalam
Discovery, bahwa Discovery adalah
pembentukan kategori-kategori,
atau lebih sering disebut sistem-sistem coding.
Pembentukan kategori-kategori dan
sistem-sistem coding dirumuskan demikian
dalam arti relasi-relasi
(similaritas & difference) yang terjadi diantara obyek-
obyek dan kejadian-kejadian
(events).
Bruner memandang bahwa suatu
konsep atau kategorisasi memiliki lima
unsur, dan siswa dikatakan
memahami suatu konsep apabila mengetahui semua
unsur dari konsep itu, meliputi:
1) Nama; 2) Contoh-contoh baik yang positif
maupun yang negatif; 3) Karakteristik,
baik yang pokok maupun tidak; 4)
Rentangan karakteristik; 5)
Kaidah (Budiningsih, 2005:43). Bruner menjelaskan
bahwa pembentukan konsep
merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda
yang menuntut proses berpikir
yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori
meliputi mengidentifikasi dan
menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau
peristiwa-peristiwa) ke dalam
kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.
Di dalam proses belajar, Bruner
mementingkan partisipasi aktif dari tiap
siswa, dan mengenal dengan baik
adanya perbedaan kemampuan. Untuk
menunjang proses belajar perlu
lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa
pada tahap eksplorasi. Lingkungan
ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan
dimana siswa dapat melakukan eksplorasi,
penemuan-penemuan baru yang belum
dikenal atau pengertian yang mirip dengan
yang sudah diketahui. Lingkungan
seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses
belajar dapat berjalan dengan
baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses
belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan
pada manipulasi bahan pelajaran
sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif
siswa. Manipulasi bahan pelajaran
bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan
siswa dalam berpikir
(merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan
Menurut Bruner perkembangan
kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap
yang ditentukan oleh bagaimana
cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan
symbolic. Tahap enaktive,
seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya
untuk memahami lingkungan
sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia
sekitarnya anak menggunakan
pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan,
sentuhan, pegangan, dan
sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-
objek atau dunianya melalui
gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya,
dalam memahami dunia sekitarnya
anak belajar melalui bentuk perumpamaan
(tampil) dan perbandingan
(komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu
memiliki ide-ide atau
gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam berbahasa dan
logika. Dalam memahami dunia sekitarnya
anak belajar melalui simbol-simbol
bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan
menggunakan banyak simbol. Semakin
matang seseorang dalam proses
berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya.
Secara sederhana teori
perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic
adalah anak menjelaskan sesuatu
melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau
kebelakang di papan mainan untuk
menyesuaikan beratnya dengan berat
temannya bermain) ini fase
enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan
keseimbangan pada gambar atau
bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa
untuk menjelaskan prinsip
keseimbangan ini fase symbolic (Syaodih, 85:2001).
Dalam mengaplikasikan metode
Discovery Learning guru berperan sebagai
pembimbing dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru
harus dapat membimbing dan mengarahkan
kegiatan belajar siswa sesuai
dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti
ini ingin merubah kegiatan
belajar mengajar yang teacher oriented menjadi
Hal yang menarik dalam pendapat
Bruner yang menyebutkan: hendaknya
guru harus memberikan kesempatan
muridnya untuk menjadi seorang problem
solver, seorang scientis,
historin, atau ahli matematika. Dalam metode Discovery
Learning bahan ajar tidak
disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk
melakukan berbagai kegiatan
menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis,
mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta
membuat kesimpulan-kesimpulan.
Hal tersebut memungkinkan
murid-murid menemukan arti bagi diri mereka
sendiri, dan memungkinkan mereka
untuk mempelajari konsep-konsep di dalam
bahasa yang dimengerti mereka.
Dengan demikian seorang guru dalam aplikasi
metode Discovery Learning harus
dapat menempatkan siswa pada kesempatan-
kesempatan dalam belajar yang
lebih mandiri. Bruner mengatakan bahwa proses
belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan
suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia
jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih,
Pada akhirnya yang menjadi tujuan
dalam metode Discovery Learning
menurut Bruner adalah hendaklah
guru memberikan kesempatan kepada muridnya
untuk menjadi seorang problem
solver, seorang scientist, historian, atau ahli
matematika. Melalui kegiatan
tersebut siswa akan menguasainya, menerapkan,
serta menemukan hal-hal yang
bermanfaat bagi dirinya.
Karakteristik yang paling jelas mengenai
Discovery sebagai metode mengajar
ialah bahwa sesudah
tingkat-tingkat inisial (pemulaan) mengajar, bimbingan guru
hendaklah lebih berkurang dari
pada metode-metode mengajar lainnya. Hal ini tak
berarti bahwa guru menghentikan
untuk memberikan suatu bimbingan setelah
problema disajikan kepada
pelajar. Tetapi bimbingan yang diberikan tidak hanya dikurangi direktifnya melainkan
pelajar diberi responsibilitas yang lebih besar
Aktivitas merupakan prinsip atau
asas yang sangat penting didalam interaksi
belajar-mengajar. Dalam aktivitas
belajar ada beberapa prinsip yang berorientasi
pada pandangan ilmu jiwa, yakni
menurut pandangan ilmu jiwa lama dan ilmu
jiwa modern. Menurut pandangan
ilmu jiwa lama aktivitas didominasi oleh guru
sedang menurut padangan ilmu jiwa
modern, aktivitas didominasi oleh siswa.
Aktivitas belajar merupakan hal
yang sangat penting bagi siswa, karena
memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bersentuhan dengan obyek yang
sedang dipelajari seluas mungkin,
karena dengan demikian proses konstruksi
pengetahuan yang terjadi akan
lebih baik. Aktivitas Belajar diperlukan aktivitas,
sebab pada prinsipnya belajar
adalah berbuat mengubah tingkah laku, jadi
melakukan kegiatan. Tidak ada
belajar kalau tidak ada aktivitas.
Dari uraian diatas dapat diambil
pengertian aktivitas belajar adalah
keterlibatan siswa dalam bentuk
sikap, pikiran, perhatian dalam kegiatan belajar
guna menunjang keberhasilan
proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat
Proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik apabila proses itu
direncanakan dengan baik.
Pembelajaran yang efektif memerlukan perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi yang
baik. Perencanaan itu meliputi pembuatan rencana
pembelajaran yang akan
diterapkan. Pembelajaran Discovery Learning dapat
bertambah efektif, apabila
dikembangkan sesuai dengan kondisi lingkungan
Penerapan model Discovery
Learning dalam pembelajarannya dilaksanakan
dengan mempertimbangkan
karakteristik dan cara belajar siswa usia SMP serta
memperhatikan teori-teori belajar
yang mendukung. Harapannya akan meningkatkan aktivitas belajar
secara maksimal baik kelompok maupun individu
dengan peran guru sebagai
fasilitator.
Kerangka berpikir dapat dilihat
pada Gambar 1.
Guru/ Peneliti
Pembelajaran
Konvensional
Pembelajaran Model
Discovery Learning
dengan Media
Lingkungan Sekitar
Diduga Melalui
Pembelajaran Model
Discovery Learning
dengan Media
Lingkungan Sekitar
dapat Meningkatkan
Aktivitas Siswa
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir
Berdasarkan landasan teori dan
kerangka berpikir yang telah dijabarkan,
maka dirumuskan hipotesis
tindakan penelitian yaitu “Melalui model
pembelajaran Discovery Learning
dengan media lingkungan sekitar dapat
meningkatkan aktivitas belajar
siswa kelas VII F SMP Negeri 3 Batang pada
materi sistem organisai
kehidupan”
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian dan Subjek
Penelitian
Dalam penelitian ini penulis
mengambil lokasi di SMP Negeri 3
Batang dengan pertimbangan bahwa
penulis bekerja pada sekolah
tersebut sehingga memudahkan
dalam pengambilan data dan
memahami kondisi siswa.
Penelitian dilakukan selama 3
bulan yaitu bulan Oktober 2013 s.d
Desember 2013. Bulan Oktober
digunakan untuk perencanaan dan
penyusunan instrumen. Bulan
November digunakan untuk
mengambil data, sedangkan bulan
Desember untuk analisa data dan
penyusunan laporan. Jadwal
rincian kegiatan penelitian dapat dilihat
Tabel 1. Jadwal Rincian Kegiatan
Penelitian
Oktober November Desember
1. Perencanaan V
V
3. Tindakan V
4. Analisa Data V
5. Laporan V
Subjek dalam penelitian ini
adalah siswa kelas VII F SMP Negeri 3
Batang dengan jumlah siswa 34
orang yang terdiri dari 14 siswa laki-
laki dan 20 siswa perempuan.
B. Sumber Data, Instrumen dan
Teknik Pengumpulan Data
Sumber data dalam penelitian ini
diperoleh dari : (1) Data kuantitatif
bentuknya tes diperoleh melalui
nilai ulangan siswa, (2) Data kualitatif
bentuknya non test yang diperoleh
melalui pengamatan aktivitas siswa,
hasil observasi dan tanggapan
dari kolaborator, kuisioner siswa dan
Instrumen dalam penelitian ini
meliputi: Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), laporan
kegiatan siswa siklus I, laporan kegiatan
siswa siklus I, lembar
pengamatan/ observasi pada saat praktikum, lembar
pengamatan/ observasi pada saat
diskusi, lembar observasi kolaborator,
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Tes, dilakukan setelah
tiap-tiapn siklus.
b. Non-Tes, diperoleh dari hasil
observasi
c. Kamera sebagai dokumentasi
C. Validasi Data dan Analisis
Data
Validasi data diperoleh untuk
memperoleh data hasil penelitian yang
akurat. Dalam penelitian ini
menggunakan dua sumber data yaitu data
kuantitatif bentuknya tes ulangan
sharian siswa dan data kualitatif bentuknya
non tes yang diperoleh dari
pengamatan.
Validasi butir soal ulangan
harian dalam penelitian ini berupa penyusunan
kisi-kisi butir soal sebelum
instrumen atau butir soal tes tersebut disusun.
Dengan butir soal yang disusun
mengacu pada kisi-kisi butir soal diharapkan
akan menjadi instrument yang
valid
Analisis data dalam penelitian
ini menggunakan analisis data kuantitatif
dan data kualitatif. Analisis
data kuantitatif dengan membandingkan ulangan tiap siklus. Analisis data
kualitatif dengan membandingkan aktivitas belajar
Indikator kinerja dalam
penelitian ini diharapkan pada akhir siklus II terjadi
1. Sekurang-kurangnya 85% siswa
kelas VII F SMP Negeri 3 Batang
mendapat nilai ulangan harian
materi sistem organisasi kehidupan sama
atau lebih dari KKM yaitu 75.
2. Sekurang-kurangnya 85% siswa
kelas VII F SMP Negeri 3 Batang
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode Penelitian Tindakan
Kelas yang terdiri dari 2 siklus.
1. Perencanaan (Planning)
a. Membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP)
b. Menyiapkan lembar observasi
d. Menyusun soal ulangan harian
a. Membuat kelompok belajar yang
terdiri dari 6 siswa setiap
b. Melaksanakan kegiatan
pembelajaran dengan model Discovery
3. Pengamatan (Observing)
Guru dan kolaborator melakukan
observasi dan penilaian dalam
pelaksanaan eksperimen Menganalisis data kuantitatif dan
kualitatif yang digunakan untuk
menentukan tindak lanjut siklus
berikutnya.
Langkah-langkah pada siklus II prinsipnya sama dengan
siklus I.
Sumber : http://contohproposal.tk/
0 Response to "Contoh Skripsi Tentang Penelitian Pendidikan Siswa Lengkap "
Post a Comment